LIVIA — BOTOL DAN MANUSIA

BOTOL DAN MANUSIA

Pada suatu hari, hiduplah seorang nenek dan seorang pemuda. Sang nenek adalah orang yang kaya raya, sedangkan sang pemuda merupakan penjual pentol di depan lapangan basket umum. 

Disaat sang pemuda sedang melayani pelanggannya, seperti biasa ia sering sekali berbicara soal kekayaan sang nenek yang ia sering lihat ada di depan lapangan basket itu. Membanding-bandingkan kekayaan dirinya dengan sang nenek, sampai-sampai berbicara bahwa kekayaan merupakan harga atau kualitas seseorang. Ia berpikir bahwa kualitas yang ia punya tidak sebanding dengan teman-temannya. Terus berlanjut sampai hari dimana sang nenek mendengar perkataannya. Selagi sang nenek menunggu cucunya untuk selesai latihan basket, ia mencoba mengajak berbicara sang pemuda penjual pentol. Setelah mengobrol panjang lebar, sang nenek akhirnya menawarkan untuk bertukar posisi dengan si pemuda penjual pentol. Sang nenek tinggal di rumah si pemuda, begitu pun sebaliknya.

Singkat cerita, sudah beberapa hari berlalu sejak sang pemuda tinggal di rumah mewahnya itu. Ia merasakan bahwa semua kebutuhannya jadi mudah terpenuhi, ia tidak perlu kelelahan menjual pentol untuk bertahan hidup, dan juga merasa bahwa sekarang ia tidak membutuhkan orang lain. Namun ia masih tidak merasakan adanya perubahan pada saudara-saudaranya. Saat ia mengundang saudara-saudaranya untuk makan di rumah mewahnya, saudara-saudaranya sempat terkejut dengan kekayaan yang ia miliki saat itu. Namun tidak berlangsung lama, ketika sang pemuda mengajak saudara-saudaranya mengobrol,

"Eh apa dengan kekayaanku sekarang, kalian bisa kembali seperti dulu lagi? Apakah kalian akan menyukaiku?" tanya sang pemuda.

Saudara-saudaranya dengan serentak menggelengkan kepalanya…

"Tapi kenapa kalian tidak bisa kembali seperti dulu lagi? Kenapa kekayaan ini tidak bisa merubah nasibku? Padahal sekarang aku sudah memiliki rumah mewah, mobil yang bagus, dan banyak barang-barang mahal" ucap sang pemuda di dalam hati.

Ia terus berpikir kenapa saudara-saudaranya tetap tidak menyukainya. Sampai 
dimana ia tersedar bahwa ia harus menjadi dirinya sendiri. Sang nenek mendatangi rumahnya dan bertanya kepada sang pemuda,

"Apakah semua yang kamu miliki saat ini sudah membuat semuanya menjadi lebih baik? Apakah kamu sudah bisa mendekati saudara-saudaramu dengan semua kekayaan yang kamu miliki sekarang?"

Sang pemuda hanya bisa diam, bingung dan memasang raut muka yang sedih. Sang nenek masih membiarkan sang pemuda berpikir, namun sepertinya sang pemuda masih tidak mengerti maksud dari sang nenek. Akhirnya sang nenek menjelaskan kepada pemuda tersebut, bahwa bukanlah kekayaan yang menentukan seberapa besar atau bagus kualitas dan harga seseorang. Karena pada dasarnya, semua manusia sama dihadapan Tuhan. 

"Jika di depanmu sekarang ada dua botol yang sama, salah satunya diisi air got dan satu lagi diisi parfum mewah, tentunya kamu akan memilih botol parfum kan?” tanya sang nenek.

Pemuda itu mengangguk…

“Begitu juga dengan kita, yang menentukan harga dan kualitas dirinya bukan dari kekayaannya, melainkan dari akhlak dan sikapnya,” ucap nenek memperjelas.

Pemuda itu sadar, dan dia sudah mengerti makna dari apa yang ia jalani selama ini.

Teman-teman, kita adalah makhluk yang sama dihadapan Tuhan. Yang membedakan kita adalah bagaimana perilaku kita dan sikap kita. Untuk dapat memiliki harga dan kualitas diri yang baik, maka diperlukan kepribadian yang baik dan banyak perilaku-perilaku yang positif. Hidup ini tidak melulu soal harta dan kekayaan, tetapi soal baiknya atau buruknya kepribadian dan sikap kita terhadap sesama.




Komentar